7.2.15

Lembar Baru

Iya. Sudah 2015. Saatnya membuka lembaran baru.


Serta blog baru.


Please kindly check my brand new blog *uhuk wordpress*,

Thank you:)

17.1.15

Di suatu waktu, gue menemukan quotes Sudjiwo Tedjo yang ngena....

"Jangan sengaja pergi agar dicari. Jangan sengaja lari biar dikejar. Berjuang tak sebercanda itu, Kekasih."

Dan di suatu waktu yang lain, gue menemukan quotes dari seseorang bernama Irine, yang nggak kalah ngena...

"Jangan baru mencari saat sudah terlanjur pergi. Jangan baru mengejar saat sudah jauh berlari. Menunggu tak seasyik itu."

13.1.15

Dari Pendosa Tersesat

Panggil saja aku Pendosa Yang Maha Tersesat. Yang mati dalam khayal. Yang tenggelam dalam air mata. Yang sudah tidak bisa menyanyikan Blue Sky Collapse-nya Adhitia Sofyan, "You said people are trying to find their way back home, so I'll find my way to you." Karena sungguh, ia tak tau lagi siapa 'You' yang dimaksud dalam lagu itu. Karena entah pada dingin yang keberapa, sepasang tangan pendosa itu kelimpungan mencari peluk yang hilang akibat ulahnya sendiri.

Kemanakah seorang pendosa harus pulang? Ah seolah ada rumah yang mau menerimanya.

Aku tak tau menjadi pendosa ternyata sesakit ini. Rasanya seperti memiliki lubang besar dalam keseharian dan luka parah dalam rongga rasa. Manusia kekinian memang sungguh bodoh dan tak berhati nurani, sudah tau dosa masih saja dilakukan. Ya, tentu. Termasuk aku. Si Pendosa yang tersesat.

Tidakkah kau tau, wahai Pengharap? Ternyata seorang Pendosa sekalipun masih mengucap rindu di setiap tidurnya, masih mengucap harap di doanya. Ya benar, dia berdoa. Meminta pengampunan. Kau tau? Aku bingung. Aku tersesat. Aku tak tau lagi dimana tempatku pulang. Tempatku mendapatkan tenaga. Sungguh mencinta ternyata tak semudah yang kau bayangkan. Aku seperti berdiri di persimpangan. Tanpa usaha. Dan malah terpuruk, teronggok, tak bergerak.

Terdengar seperti defensif dari seorang Pendosa yang mengaku-ngaku punya hati agar tidak 100% disalahkan ya? Mungkin kau tak sepenuhnya salah. Mungkin ini memang sebuah pembelaan seorang Pendosa. Pendosa yang tersesat. Aku.


.
.
.
.
.


Teruntuk Pengharap yang sekarang memiliki 2 jiwa.
Terima kasih. Terima kasih untuk hari ini. Gelak tawa, canda, dekapan, kecupan, kehangatan, dan segala potongan sayang yang dengan lihai kau sisipkan, segalanya. Ya, akulah Pendosa paling beruntung di dunia. Aku menyayangimu, Pengharap. Aku tak bohong. Tolong percayalah padaku untuk hal ini saja. Sisanya kau bebas mengutukku dalam amarah dan bencimu. Aku pantas menerimanya. Aku hanya tak mau menjadi Pendosa yang terus mendosa. Aku menyayangimu.

11.1.15

Kamu.

"Kenapa masih baik?", tanyaku terperangah.

"2 alasan."

.....

"Aku ngutip kata2 Shinichi"

"Berbuat baik tak perlu alasan.....", kataku, nyaris seperti bisikan. Dia mengangguk. Aku menengadah, mencari jawaban untuk alasan kedua.

"Yang kedua. Karena sayang? Apalagi.", sang pengharap berkata pasrah. Lalu dia mendekapku. Aku tak ingat, dia ternyata sehangat ini.

Aku tertatih memilih kalimat mana yang harus kulontarkan.

"Jangan peluk, nanti aku nangis."

Atau....

"Peluk lebih lama, supaya aku bisa puas menangis."

Pada akhirnya tak ada yang kulontarkan. Aku hanya menjawab segalanya dengan tangis. Lemah dasar. Dan dia malah berkata, "I love you." Ya, aku menangis. Lama. Kencang.

Keputusan hati terbodoh sepanjang hidupku. Keputusan paling irrasional. Dan otak tak kuasa berbuat apa-apa. Dasar bodoh, untuk apa sekolah lama-lama kalau otak bisa semudah itu kalah dengan hati?

Wahai pengharap terindah, kutuk aku atas hari gelap ini. Kutuk aku sampai kau puas, sampai kau kuat. Tenang, aku akan mati mengenaskan dalam penyesalan. Dan kau akan hidup dalam lautan kebaikan yang berbalik padamu.

6.11.14

Apa Arti Kehilangan?

Apalah arti kehilangan?
Jika kau menemukan banyak ketika kehilangan
dan kehilangan banyak ketika menemukan. 
-Om Tere Liye
Hidup penuh dengan paradoks.