Dewasa itu bukan masalah umur, tapi masalah apa yang ada di
otak dan hati lo. Dewasa itu bukan tentang udah segede apa badan lo, tapi
tentang udah segede apa masalah yang pernah lo hadapi. Sekali lagi ditekankan,
yang pernah lo hadapi, bukan yang pernah lo hindari. Dewasa bukan tentang apa
yang jadi masalah, tapi bagaimana menyelesaikan masalah. Pertanyaan hari ini,
apakah lo udah bisa disebut dewasa? Apakah gue udah bisa disebut dewasa?
Dari sisi perilaku dan pemikiran, gue selalu menempatkan
diri gue di sisi belum dewasa. Entah karena terlalu takut menginjak masa
kedewasaan, entah karena emang seperti inilah gue. Karena menurut gue, menjadi
dewasa itu menakutkan, melelahkan, terlalu banyak yang dipikir. Ga ada sisi
enaknya sama sekali. Terkadang bertingkah dan berpikir layaknya bocah membuat segalanya
lebih mudah. Nyokap selalu bilang, gue gapernah berubah dari dulu. Walaupun gue
udah merantau *padahal di Bogor doang*, nyokap tetep bilang gue masih aja kayak
bocah. Gue belum mandiri, gue masih gapunya inisiatif, gue pemalas kelas berat.
Salah seorang teman juga pernah bilang, gue itu bebal, gamau berubah menjadi
yang lebih baik. Sekedar klarifikasi aja sih, gue bukannya gamau berubah, gue cuma
belum bisa berubah dan meninggalkan zona nyaman gue. Selama gue masih punya
tempat bersandar, kenapa gue harus bertingkah dewasa?
Sebenernya gue punya kok secuil sisi dewasa di otak dan hati
gue yang gamau gue buka. Picisan masalah gue di masa lalu sebenernya
sudah cukup membentuk kepribadian dan pola pikir gue sekarang. Jadi kalo gue
mau buka sisi dewasa gue itu, bisa aja gue jadi anak yang dewasa sebelum
waktunya. Tapi gue gamau. Jadi ya kayak ginilah gue sekarang.
Plegmatis mutlak yang ga peka sama keadaan sekitar dan cenderung
kekanak-kanakan. Sifat ini terkadang menguntungkan sih, membuat gue gausah
terlalu banyak berpikir tentang kehidupan. Tapi kenyataannya, lama-kelamaan
kedewasaan itu menjadi tuntutan wajib. Masalah-masalah hidup udah ga simple lagi tsah. Udah gabisa cuma gue
biarin lewat tanpa dipikir. Udah gabisa bergantung sama motto "yaudahlah ya gimana entar".
We are the reckless
and the wild. We are naïve and complicated. We are lucky. Before the bitterness
taste of the time turn us into adults.
Sekali lagi, menjadi dewasa itu emang ga enak. Tapi bagaimanapun
juga harus dijalanin kalo lo mau bertahan hidup dan membuat hidup lo menjadi
lebih baik. Karena hidup itu bukan hanya untuk dijalani sekarang dan hari ini, lo
punya masa depan yang menunggu. Walaupun ga ada perubahan signifikan dari cover
gua, tapi sebenernya lingkungan, masalah, kebutuhan, dan pola pikir gue udah
berubah drastis dibanding gue pas SMA. Walaupun nyokap bilang gue gapernah
berubah, tapi sumpah, sebenernya gue lagi dalam proses pendewasaan diri kok.
Mungkin ga sejelas proses pendewasaan orang lain, tapi di dalem gue berusaha
kok.
Jadi jawaban untuk pertanyaan hari ini, apakah gue sudah
bisa disebut dewasa? Jawaban gue adalah belum. Gue masih di jalan, masih on the way menuju sesuatu yang namanya
dewasa. Masih berusaha untuk berani keluar dari comfort zone. Masih dalam tahap memulai untuk memikirkan hidup dan masa depan. Gimana dengan kalian?
No comments:
Post a Comment