6.7.14

Ketulusan emang udah susah dicari.

Hidup itu Tuhan yang nentuin, kita yang jalanin, orang lain yang ngomentarin & nge-judge & memberi label. Teori labeling dalam sosiologi dan budaya nge-judge orang ini emang sampah.

Ini namanya pencekokan perspektif dan standarisasi yang bersifat subjektif ke semua orang. Membawa keterbatasan dan ketakutan untuk menjadi berbeda. Karena yang berbeda malah dianggap menyimpang. Hal ini menuntut keseragaman utk menjadi orang yang diinginkan masyarakat dan menekan habis2an hal yang disebut kebebasan dalam berekspresi. Membuat tindakan dan perilaku seseorang jadi ga tulus dan cenderung dibuat-buat untuk mencapai sesuatu label penghargaan 'gue-orang-baik' dari orang sekitar di jidatnya, walaupun itu semua hanya topeng, walaupun itu semua dilakukan atas dasar terpaksa. Padahal definisi dari 'orang-baik' itu sendiri sebenarnya relatif, tergantung dari sisi mana kita melihatnya.

Pemberian label lebih sering terkesan non-sense, mengada-ada, memaksakan standarisasi pribadi. "Ah cewe itu kemana-mana pake tank top sama celana pendek yang udah kayak sempak saking pendeknya, pasti cewe murahan yang ga bener." "Wah dia pakaiannya tertutup banget, pasti alim banget dan ibadahnya kenceng." "Itu orang kemana-mana sendirian, kasian banget sih gapunya temen. Pasti dia orangnya introvert dan gasuka bergaul." "Dasar trouble-maker. Udah bego, cuma bisa bikin masalah. Pasti dia gabisa apa-apa." Get the fuck off.

Label-label sampah itu bertebaran dimana-mana. Semua orang seenaknya menge-judge orang lain yang sebenernya mereka gak kenal baik, orang lain yang hanya sekedar tau nama dan level pendidikannya saja. Toh gue punya kok temen yang jadi pusat perhatian semua orang, yang selalu penuh lelucon yang menghibur, tapi setelah gue kenal baik, ternyata dia punya masalah keluarga yang ga sepele. Gue punya temen yang penampilannya kayak bitch tapi ternyata otak dan hatinya sangat terpuji. Jangan seenaknya memberi label ke orang, lo cuma tau nama mereka, gatau apa aja yang udah mereka laluin, gatau bagaimana hidup mereka. Istilahnya, lo cuma pemeran pembantu murahan yang dibayar gocap untuk syuting seharian dalam hidup mereka, tapi lo ngelunjak dengan seenak udel menilai mereka? Ah, sampah.

"Lo kan pacar gue, udah sepantesnya dong anter jemput gue." "Katanya kita sahabat, tapi lo kemana saat gue butuh?" "Bantuin gue dong, katanya temen." Bentuk label yang lain, yaitu dalam bentuk status. Pemberian status ini yang bahaya, yang bikin suatu hubungan kerasa ngeganjal dan dipaksakan, yang bikin kita sibuk mikirin definisi dari status itu dan bukannya menjalani hubungan dengan nyaman dan apa adanya.

Setuju deh sama nisa.
Ketulusan emang udah susah dicari.

No comments:

Post a Comment